RSS

Hak Paten 2

Ericsson Gugat Samsung Soal Pelanggaran Hak Paten  



TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan jaringan telekomunikasi Ericsson akhirnya menuntut Samsung Electronics ke pengadilan dengan tuduhan melanggar hak paten. Keputusan ini diambil Ericsson setelah kedua perusahaan gagal mencapai kata sepakat dalam perundingan yang telah berjalan dua tahun terakhir. 

"Kami sudah bernegosiasi dengan susah payah dan lama untuk mencapai kesepakatan dengan Samsung," kata Kasim Alfalahi, Kepala Intelektual Property Ericsson. "Kami menggugat sebagai langkah terakhir. Gugatan ini terkait penggunaan teknologi jaringan nirkabel."

Gugatan ini menambah "musuh" Samsung, yang sebelumnya telah digugat Apple Inc dalam kasus pelanggaran intelektual properti telepon seluler iPhone. Apple juga menambahkan gugatan kepada Samsung dengan memasukkan enam ponsel lainnya, selain Galaxy SIII. 

Pada putusan tingkat pertama, Pengadilan Distrik San Jose memenangkan Apple dengan sanksi sebanyak sekitar US$ 1,05 miliar (sekitar Rp 9,9 triliun). Samsung mengajukan kasasi dan melakukan gugatan balik terhadap Apple. Saat ini, proses persidangan lanjutan Apple versus Samsung masih dalam tahap dokumentasi dan baru akan digelar Maret tahun depan.

Dalam kasus Samsung versus Ericsson, juru bicara perusahaan asal Korea Selatan itu mengatakan kesepakatan tidak tercapai terkait besaran royalti yang harus dibayarkan. "Ericsson meminta harga lebih tinggi untuk portofolio paten yang sama," kata juru bicara Samsung.

Itu sebabnya, Samsung akan meladeni jalur hukum ini. Menurut Samsung, kesepakatan kedua perusahaan seharusnya mengacu pada prinsip fair, reasonable, dan nondiscriminatory (FRAND). Artinya, paten yang sama harus dikenakan harga yang sama kepada pihak yang berbeda. 

Ericsson berpotensi meraup ganti rugi dalam nilai besar jika pengadilan memenangkan gugatannya. Menurut perusahaan ini, ada ratusan juta piranti buatan Samsung yang tidak menggunakan teknologi milik Ericsson.

Hak Paten
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 1)
Sementara itu, arti Invensi dan Inventor (yang terdapat dalam pengertian di atas, juga menurut undang-undang tersebut, adalah):
·         Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 2)
·         Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 3)

Sumber:

https://id.wikipedia.org/wiki/Paten

Hak Paten 1

Hak Paten Mesin Motor Bajaj Ditolak di Indonesia




Jakarta -Wus.. Motor Bajaj melintasi jalanan Jakarta. Iklannya pun wara- wiri di berbagai media. Namun siapa sangka, hak paten teknologi mesin motor kebanggaan masyarakat India ini menjadi masalah di Indonesia.

Seperti terungkap di pengadilan siang ini. Bajaj Auto Limited sebagai produsen motor Bajaj menggugat Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM). Sebab, permohonan paten untuk sistem mesin pembakaran dalam dengan prinsip empat langkah ditolak dengan alasan sudah dipatenkan terlebih dahulu oleh Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha.

"Kami memohon penolakan ini dibatalkan oleh majelis hakim," kata kuasa hukum Bajaj, Agus Tribowo Sakti dalam berkas kesimpulan yang disampaikan kepada majelis hakim di PN Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada, Jakarta, Kamis, (29/9/2011).

Kasus tersebut bermula ketika Ditjen Haki menolak permohonan pendaftaran paten Bajaj pada 30 Desember 2009 dengan alasan ketidakbaruan dan tidak mengandung langkah inventif. Atas penolakan tersebut, Bajaj Auto mengajukan banding ke Komisi Banding Paten. Namun Komisi Banding dalam putusannya pada 27 Desember 2010 sependapat dengan Direktorat Paten sehingga kembali menolak pendaftaran paten tersebut.

"Ahli yang kami hadirkan, Andy Noorsaman Sommmeng menyatakan prinsip Bajaj adalah baru," bela Agus.

Menurut Andy yang memberikan kesaksian dalam sidang tersebut, satu silinder jelas berbeda dengan dua silinder. Untuk konfigurasi busi tidak menutup kemungkinan ada klaim yang baru terutama dalam silinder dengan karakter lain.

Namun, kebaruannya adalah ukuran ruang yang kecil. Dimana harus ada busi dengan jumlah yang sama. Hal di atas adalah baru, sebab penempatannya adalah satu mesin V (double silinder) dan lainnya adalah satu silinder.

"Keunggulan bakan bakar yang hemat dan emisi yang ramah lingkungan adalah bentuk kebaruan," terang Agus.

Tapi jangan buru- buru percaya begitu saja. Sebab, Ditjen HAKI punya catatan tersendiri sehingga menolak permohonan paten ini. Yaitu, sistem ini telah dipatenkan di Amerika Serikat atas nama Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha dengan penemu Minoru Matsuda pada 1985. Lantas oleh Honda didaftarkan di Indonesia pada 28 April 2006. Namun dalih ini dimentahkan oleh Bajaj.

"Bajaj telah mendapat hak paten di negara asalnya, India selaku satu anggota World Intellectual Property Organization," sangkal Agus.

Namun Ditjen HAKI tidak mau berkomentar panjang atas gugatan ini. "Nanti saya lapor pimpinan dulu," kata kuasa hukum Dirjen HAKI Ahmad Ikbal Taufik usai sidang.

Bajaj merupakan perusahaan yang berdiri sejak 1926. Perusahaan ini bergerak di berbagai sektor industri seperti kendaraan roda dua, kendaraan roda tiga dengan berbasis pada ilmu pengetahuan yang telah beroperasi dilebih dari 50 negara antara lain Amerika Latin dan Afrika.
Hak Paten
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 1)
Sementara itu, arti Invensi dan Inventor (yang terdapat dalam pengertian di atas, juga menurut undang-undang tersebut, adalah):
·         Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 2)
·         Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 3)


Sumber:

https://id.wikipedia.org/wiki/Paten

HAKI 2

Fenomena Pembajakan Software di Indonesia : Antara Kebutuhan dan Pelanggaran
Hak Cipta (HKI)


Tuntutan dari para pembuat software yang bernilai jutaan dolar (USD) untuk pembajakan software oleh beberapa penjual komputer dikawasan pusat penjualan komputer di Mall Mangga Dua dan Hotel Dusit Jakarta beberapa waktu yang lalu cukup membuat masyarakat para pengguna komputer panik. Apalagi saat ini mulai marak lagi dilakukannya penertibanpenertiban oleh para pihak Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agurung Republik Indonesia dan Vendor pembuat software yang dirugikan melalui pada kuasa hukumnya (Pengacara HKI) untuk membersihkan pembajakan software di Indonesia. Tahap berikutnya akan terus berkembang lagi ke kantor-kantor swasta dan pemerintah, lembaga-lembaga kursus komputer (Training Center), warnet, rental komputer, dsb. Hal ini terutama dilakukan kepada institusi bisnis yang bersifat komersil yang mendapatkan keuntungan dengan memanfaatkan software tersebut. Produk software yang saat ini banyak beredar versi bajakannya adalah software-software produk dari Microsoft Corp. Sebut saja seperti sistem operasi Microsoft Windows (Windows 98, ME, 2000, 2003 maupun Vista), Microsoft Office, Microsoft SQL Server, Microsoft Exchage Server, Microsoft ISA Server, dll serta software-software yang berjalan di atas sistem operasi Microsoft Windows tersebut. Penyalahgunaan dan pembajakan software Microsoft Windows itu sendiri banyak dilakukan oleh masyakarat antara lain karena memang produk itulah yang paling banyak digunakan oleh masyarakat karena produknya yang terkenal dengan “User Friendly”-nya sementara menurut kalangan masyarakat Indonesia harga produk tersebut harganya relatif mahal. Misalkan saja, untuk mendapatkan satu buah sistem operasi Microsoft Windows XP Profesional Editions yang saat ini banyak digunakan,
anda harus mengeluarkan uang sekitar $ 8,-

Sebenarnya kalau dilihat dari fasilitas dan keuntungan yang bisa didapatkan dari
menggunakan produk tersebut, harga yang ditawarkan relatif tidak terlalu mahal. Harga yang
mahal tersebut biasanya dipacu karena memang tingkat perekonomian masyarakat kita saja
yang masih rendah. Untuk dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi keuangan
masyarakat sendiri, sebenarnya produk-produk yang dijual oleh para vendor pembuat
software juga bisanya bervariasi. Mulai dari yang harganya lebih murah dengan
mengurangkan beberapa fitur. Misalnya saya ada beberapa versi software seperti dengan
melampirkan versi standar yang bisa digunakan oleh para pengguna perorangan atau pribadi
(pengguna rumahan), versi profesional yang bisa digunakan oleh para pengguna profesional
serta perusahan skala kecil dan menengah dan versi Enterprise yang biasa dipergunakan
oleh para pengguna dari kalangan perusahan berskala besar atau perusahaan multinasional.
Sebagai penggunakan komputer, sebaiknya menentukan software mana yang akan dipakai
dan disesuaikan untuk kebutuhan serta keuangan yang anda miliki.


Pembajakan software sendiri pada hakekatnya adalah pelanggarakan terhadap hak cipta
atau yang biasa sebut dengan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang dilakukan oleh para
pengguna. Adapun definisi dari hak cipta itu sendiri menurut Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta (Undang-undang Hak Cipta) Bab I
Pasal 1 adalah “merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu
ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku”. Adapun pengecualian yang dapat dilakukan menurut undang-undang tersebut
pada pasal 15 dijelaskan sebagi berikut :
1.      Penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan
tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta;

2.      Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan
pembelaan di dalam atau di luar pengadilan;

3.      Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan :
a. Ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
b. Pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta;

4.      Perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf
braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika perbanyakan itu bersifat komersial;

5.      Perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas dengan cara atau
alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu
pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata
untuk keperluan aktivitasnya;

6.      Perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya
arsitektur, seperti ciptaan bangunan;

7.      Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik program komputer
yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.

Pada Undang-undang Hak Cipta terdapat beberapa pasal yang beraitan dengan ketentuan
spesifik dengan software, antara lain :
1.      Pasal 2 Ayat (2), pencipta atau pemegang hak cipta atas karya sinematografi dan
program komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang
tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat
komersial.
2.      Pasal 15 Ayat (g), pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik
program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
3.      Pasal 30 Ayat (1), tentang hak cipta atas ciptaan program komputer berlaku selama 50
(lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
4.      Pasal 45 – 46, tentang lisensi piranti lunak (Software).
5.      Pasal 56, hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi.
6.      Pasal 72 Ayat (1), barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2)
dipidana minimal 1 bulan dan/atau minimal Rp. 1.000.000,- (Satu Juta Rupiah), atau
pidana penjara maksimal 7 tahun dan/atau denda maksimal Rp. 5.000.000.000,- (Lima
Miliar Rupiah).
7.      Pasal 72 Ayat (2), barangsiapa dengan sengaja menjual kepada umum suatu ciptaan
atau barang hasil pelanggaran hak cipta pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau
denda maksimal Rp. 500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah).
8.      Pasal 72 Ayat (3), barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak
penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan
pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp. 500.000.000,- (lima
Ratus Juta Rupiah)
Pada pasal 72 Ayat (3) terlitah jelas bagi pelanggaran terhapat point tersebut lebih ditujukan
kepada para pengguna software bajakan (Individual end User) dan institusi bisnis atau
komersial (Corporate end User) yang memperbanyak secara software secara ilegal dan
untuk kepentingan komersial akan dipidana dengan pidana penjara maksimal 5 tahun
dan/atau denda maksimal Rp. 500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah).
Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Undang-undang Hak Cipta disebutkan bahwa
program komputer adalah “Sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa,
kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang
dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan
fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam
merancang instruksi-instruksi tersebut”. Kesimpulan itulah yang membuat mengapa suatu
software perlu dilindungi.

           
Pada Justisiari P. Kusumah [2006] ada beberapa jenis lisensi yang diberikan terhadap suatu
software, antara lain : lisensi komersial, lisensi percobaan software (Shareware), lisensi
untuk penggunaan non kemersial, lisensi freeware, dan lisensi lain (Open Source).
1.      Jenis lisensi komersial adalah lisensi yang diberikan kepada software-software yang
bersifat komersial dan digunakan untuk kepentingan-kepentingan komersial (bisnis).
Misalnya : Sistem operasi Microsoft Windows (98, ME, 200, 2003, Vista), Microsoft
Office, PhotoShop, Corel Draw, Page Maker, AutoCAD, Software Aniti Virus (Norton Anti,
MCAffee, Seagate, AVG, dll), Software Firewall (Tiny, Zona Alarm, Seagate, dll).
2.      Jenis lisensi percobaan software (Shareware) adalah jenis lisensi yang diberikan kepada
software-software yang bersifat percobaan (trial atau demo version) dalam rangka uji
coba terhadap software komersial yang akan dikeluarkan sebelum software tersebut
dijual secara komersial atau pengguna diijinkan untuk mencoba terlebih dahulu sebelum
membeli software yang sebenarnya (Full Version) dalam kurun waktu tertentu, misalnya
30 s/d 60 hari.
3.      Jenis lisensi untuk penggunaan non kemersial adalah jenis lisensi yang diberikan kepada
software-software yang bersifat non komersial dan digunakan untuk kepentingankepentingan
non komersial seperti pada instritusi pendidikan (sekolah dan kampus) dan
untuk penggunaan pribadi.
4.      Jenis lisensi Freeware adalah jenis lisensi yang diberikan kepada software-software yang
bersifat mendukung atau memberikan fasilitas tambahan (tools) dengan kemampuan
yang terbatas dibandingkan dengan versi yang untuk penggunaan komersial (bisnis).
5.      Jenis lisensi lain (Open Source) adalah jenis lisensi yang diberikan kepada softwaresoftware
yang bersifat Open Source atau menggunakan hak cipta publik yang dikenal
sebagai GNU Public License (GPL) yang bisa anda baca secara lengkap di
http://www.gnu.org. Adapun prinsip dasar GPL berbeda dengan hak cipta, GPL pada
dasarnya berusaha memberikan kebebasan seluas-luasnya bagi pencipta software untuk
mengembangkan kreasi perangkatnya dan menyebarkannya secara bebas
kemasyarakat umum (publik). Tentunya dalam penggunaan GPL ini kita masih terikat dengan norma, nilai dan etika. Misalnya sangatlah tidak etis apabila kita mengambil
software GPL kemudian mengemasnya menjadi sebuah software komersial dan
mengklaim bahwa software tersebut adalah hasil karya atau ciptaannya. Sebagai contoh,
dengan menggunakan lisensi GPL sistem operasi Linux yang saat banyak beredar
dimasyarakat Linux dapat digunakan secara gratis diseluruh dunia, bahkan Listing
program-nya (Source Code) dalam Bahasa C dari sistem operasi Linux tersebut secara
terbuka dan dapat diperoleh secara gratis di internet tanpa dikategorikan membajak
software dan melanggar hak cipta (HKI).

Berikut ini adalah jenis-jenis pembajakan software yang sering dilakukan, antara lain :
1.      Hardisk Loading
Jenis pembajakan software yang tergolong pada Hardisk Loading adalah pembajakan
software yang biasanya dilakukan oleh para penjual komputer yang tidak memiliki lisensi
untuk komputer yang dijualnya, tetapi software-software tersebut dipasang (install) pada
komputer yang dibeli oleh pelangganya sebagai “bonus”. Hal ini banyak terjadi pada
perangkat komputer yang dijual secara terpisah dengan software (terutama untuk sistem
operasinya). Pada umumnya ini dilakukan oleh para penjual komputer rakitan atau
komputer “jangkrik” (Clone Computer).
2.      Under Licensing
Jenis pembajakan software yang tergolong pada Under Licensing adalah pembajakan
software yang biasanya dilakukan oleh perusahaan yang mendaftarkan lisensi untuk
sejumlah tertentu, tetapi pada kenyataanya software tersebut dipasang (install) untuk
jumlah yang berbeda dengan lisensi yang dimilikinya (bisanya dipasang lebih banyak
dari jumlah lisensi yang dimiliki perusahaan tersebut. Misalnya, suatu perusahaan
perminyakan dengan nama “PT. Perusahaan Perminyakan” membeli lisensi produk AutoCAD dari perusahaan Autodesk. Perusahan tersebut membeli lisensi produk
AutoCAD untuk 25 unit komputer diperusahaannya yang mempergunakan software
AutoCAD sebagai aplikasi yang digunakan untuk menangani kebutuhan pekerjaan pada
bidang perminyakan. Pada kenyataanya, “PT. Perusahaan Perminyakan” tersebut
memiliki lebih dari 25 unit komputer yang menggunakan software AutoCAD, misalnya
ada 40 unit komputer. “PT. Perusahaan Perminyakan” tersebut telahymelakukan
pelanggaran Hak Cipta (Pembajakan software) dengan kategori Under Licensing untuk
15 unit komputer yang dugunakan, yaitu dengan menggunakan software AutoCAD tanpa
lisensi yang asli dari AutoDesk.


Sumber : http://bahanajar.sman1jember.sch.id/Teknologi%20Komputer/HaKI/88788124-Pembajakan-Software.pdf

HAKI

Oracle Klaim Miliaran Dolar dari Google

Awalnya, Oracle meminta $ 6,1 miliar namun ditolak hakim US. Oracle pun diminta merevisi klaimnya.
Oracle melakukan tuntutan hukum pada Google pada paro Agustus lalu. Mereka memasukkan tuntutan hukumnya di pengadilan Kalifornia dan menuduh Google terang-terangan menggunakan hak paten Java.



Google paham, terang-terangan, dan berulang melanggar hak intelektual properti yang dimiliki Oracle dengan Javanya,” ucap Karen Tillman, jurubicara Oracle, yang dikutip Techradar.
Permintaan terakhirnya pun sekitar seperlima dari klaim awal. Hal itu diungkapkan pengacara Oracle, Steve Holtzman, dalam suratnya pada Hakim William Alsup dengan perincian $ 202 juta untuk pelanggaran hak paten dan $ 960 untuk pelanggaran hak cipta.
Sidang akan dilaksanakan di pengadilan San Francisco dengan hakim William dan dilakukan pada 31 Oktober nanti.
Klaim diberikan pada Oracle yang merasa mobile OS Android menggunakan paten Java yang dibeli 7 bulan sebelumnya.
Klaim superbesar itu hanya salah satu kasus dari sekian banyak kasus klaim lainnya. Counter-claims merupakan pertarungan lumrah antarperusahaan teknologi dalam skala global dewasa ini. Apple versus Samsung merupakan contoh lainnya. Pertarungan kedua raksasa teknologi ini sudah berlangsung sejak akhir tahun lalu dan berlanjut hingga saat ini di berbagai pengadilan di beberapa negara di Eropa maupun Asia.

Ikuti Jejak Samsung,  HTC Tak Ingin Berdamai dengan Apple

Perebutan paten tidak saja mengaitkan Apple dengan Samsung dalam berbagai tuntutan hukum. HTC, sebagai salah satu produsen perangkat Android juga telah cukup lama berseteru dengan Apple untuk masalah hak paten. Tercatat sejak tahun 2010, perusahaan yang bermarkas di Taiwan tersebut telah memiliki sejumlah perselisihan hak paten dengan Apple. Kini dengan ramainya pembicaraan kemenangan Apple atas Samsung, laporan terbaru dari The China Post menyebutkan bahwa HTC hingga saat ini juga masih memiliki kasus paten dengan Apple. Kasus tersebut masih menggantung karena HTC tidak ingin berdamai dengan Apple.





 




Menurut pimpinan HTC di Taiwan, Cher Wang, HTC tidak lagi melakukan perbincangan dengan Apple. Tentu saja perbincangan yang dimaksud adalah perundingan untuk mencari jalan damai terkait perebutan hak paten. Sebaliknya, HTC kukuh untuk menyelesaikan kasus tersebut melalui jalur hukum saja. Wang juga menambahkan bahwa kekalahan Samsung bukan merupakan akhir dari produsen perangkat Android mengingat setiap perusahaan memiliki inovasi yang bagus.
            Pekan lalu Samsung diputus besalah atas penggunaan enam paten milik Apple yang meliputi paten untuk desain dan utility di iPhone dan iPad. Perlu diketahui bahwa dua dari paten tersebut juga dipakai Apple sebagai dakwaan terhadap HTC dan telah dimasukkan ke Komisi Perdagangan Internasional Amerika (ITC) dengan permintaan blokir terhadap produk HTC yang memakai dua paten itu.
            Pertemuan perdana Apple dan HTC untuk membahas kasus ini akan digelar ITC pada 7 November mendatang. Gugatan ini menjadi kasus kedua pelanggaran paten yang dialamatkan Apple terhadap HTC.



Sumber : http://gopego.com/info/Contoh-Kasus-pelanggaran-hak-paten-dalam-IT