MENGENAL
BANGSA
(Penduduk, Masyarakat, Kebudayaan)
Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah
penduduk yang banyak. Dapat dilihat dari hasil sensus penduduk yang semmakin
tahun semakin meningkat. Dalam pengetahuan tentang kependudukan dikenal sebagai
istilah karakteristik penduduk yang berpengaruh penting terhadap proses
demografi dan tingkah laku sosial ekonomi penduduk.
Dibandingkan dengan negara-negara yang sedang
berkembang lainnya, Indonesia menempati urutan ketiga dalam jumlah penduduk
setelah Cina dan India. Indonesia merupakan negara yang sedang membangun dengan
disertai masalah kependudukan yang sangat serius, yaitu jumlah penduduk yang
sangat besar disertai dengan tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi dan
persebaran penduduk yang tidak merata. Jumlah penduduk bukan hanya merupakan
modal, tetapi juga merupakan beban dalam pembangunan.
Pertumbuhan penduduk yang meningkat berkaitan dengan
kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat. Pengetahuan tentang aspek-aspek dan
komponen demografi seperti fertilitas, mortalitas, morbiditas, migrasi,
ketenagakerjaan, perkawinan dan aspek keluarga dan rumah tangga akan membantu
para penentu kebijakan dan perencana program untuk dapat mengembangkan program
pembangunan kependudukan dan peningkatan kesejahteraan yang tepat pada sasaran.
Masalah utama yang dihadapi di bidang kependudukan di
Indonesia adalah masih tingginya pertumbuhan penduduk dan kurang seimbangnya
penyebaran dan struktur umur penduduk. Progran kependudukan dan keluarga
berencana bertujuan turut serta menciptakan kesejahteraan ekonomi dan sosial
bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha perencanaan dan pengendalian
penduduk. Dengan demikian diharapkan tercapai keseimbangan yang baik antara
jumlah dan kecepatan pertambahan penduduk dengan perkembangan produksi dan
jasa.
Budaya
Indonesia
Kita sering bangga bahwa 210 juta orang Indonesia yang mendiami kepulauan
nusantara kita ini menunjukkan suatu keanekaragaman dalam hal kebudayaan dan
bahasa, kita bangga akan slogan yang melambangkan aneka warna bangsa kita, yaitu
Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetapi satu juga, diambil
dari Kakawin /Sutasomo karangan Mpu Tantular. Makna harfianya: Berbeda itu,
satu itu.
Walaupun di satu pihak kita bangga akan sifat aneka warna masalah yang
timbul karena sifat itu. Masalah yang paling besar yang bersangkut-pangkut
dengan sifat tersebut adalah masalah kebudayaan nasional Indonesia. Hal itu
disebabkan karena masalah kebudayaan nasional menyangkut masalah kepribadian
nasional, tidak hanya langsung mengenai identitas kita sebagai bangsa, tetapi
juga menyangkut soal tujuan kita dengan susah payah mengeluarkan tenaga banyak
untuk membangun, dan menyangkut soal motivasi kita untuk membangun.
Agar suatu kebudayaan nasional dapat didukung oleh sebagian besar dari
warga suatu Negara, maka sebagai syarat mutlak sifatnya harus khas dan harus
dapat dibanggakan oleh warga negara yang mendukungnya. Hal itu perlu karena
suatu kebudayaan nasional harus member idenitas kepada warga negara tadi.
Keanekaragaman budaya Indonesia dari Sabang
sampai Merauke merupakan aset yang tidak ternilai harganya, sehingga harus
tetap dipertahankan dan terus dilestarikan. Tetapi, sayangnya, sebagai anak
bangsa masih banyak yang tidak mengetahui ragam budaya daerah lain
di Indonesia, salah satunya budaya tato di Mentawai, Sumatra Barat,
tindik sebagai tanda kedewasaan dan masih banyak kebudayaan lain yang belum ter
ekdplorasi.
Bagi penyuka traveling ke berbagai daerah di Indonesia, khususnya yang rasa ingintahunya cukup tinggi terhadap beragam budaya, tidak ada salahnya mampir ke Mentawai untuk melihat dari dekat budaya tato yang sudah menjadi kebudayaan masyarakat setempat, selain menikmati sajian pesona alam dan lautnya.
Bagi penyuka traveling ke berbagai daerah di Indonesia, khususnya yang rasa ingintahunya cukup tinggi terhadap beragam budaya, tidak ada salahnya mampir ke Mentawai untuk melihat dari dekat budaya tato yang sudah menjadi kebudayaan masyarakat setempat, selain menikmati sajian pesona alam dan lautnya.
Tato kebudayaan indonesia
Dalam
konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok suku
bangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai
kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai
kebudayaan kelompok sukubangsa yang ada didaerah tersebut. Dengan jumlah
penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar dipulau- pulau di
Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi.
Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan,
hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban
kelompok-kelompok sukubangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda.
Contoh dari kebudayaan rakyat
pesisir adalah pesta laut yang dipersembahkan untuk para leluhur
Pesta laut
Dari berbagai kebudayaan yang ada sebagai generasi
muda Indonesia patutnya kita bangga dan berusaha menghalau budaya-budaya luar
yang mampu menggerus kearifan budaya lokal Indonesia dengan semangat juang dan
nilai dasar Pancasila.
Nilai-nilai
Budaya Nusantara
Nilai-Nilai
Budaya adalah Perekat yang sangat kuat untuk mempersatukan suatu Bangsa. Hal
ini disadari betul oleh para founding fathers bangsa kita, maka mereka
membangun negara diatas landasan kebudayaan.
Pengetahuan mengenai keanekaragaman budaya perlu
dipelajari agar masyarakat dapat memperluas wawasan kebangsaan sebagai
salah satu perwujudan integrasi nasional,memperkuat rasa kesatuan dan persatuan
bangsa,menumbuhkan rasa saling menghormati di antara sesama warga
masyarakat yang berbeda suku bangsa dan budayanya.
Salah satu agenda besar dalam kehidupan berbangsa dan beranegara adalah menjaga
persatuan dan kesatuan dan membangun kesejahteraan hidup bersama seluruh warga
negara dan umat beragama. Hambatan yang cukup berat untuk mewujudkan kearah
keutuhan dan kesejahteraan adalah masalah kerukunan sosial, termasuk didalamnya
hubungan antara agama dan kerukunan hidup umat beragama. Persoalan ini semakin
kursial karena terdapat serangkaian kondisi sosial yang menyuburkan konflik,
sehingga terganggu kebersamaan dalam membangun keadaan yang lebih dinamis dan
kondusif. Demikian pula kebanggaan terhadap kerukunan dirasakan selama
bertahun-tahun yang mengalami dekradasi, bahkan menimbulkan kecemasan
terjadinya disintegrasi bangsa
Kecenderungan distengrasi yang muncul belakangan ini
salah satu faktornya adanya sikap ekslusif terhadap pandangan ideologi
dan keyakinan agama hingga akhir ketegangan. Ketegangan tersebut menjembatani
dan turut menyumbang serta memperparah berbagai konflik yang terjadi
ditengah-tengah masyarakat
Pengetahuan mengenai keanekaragaman budaya perlu
dipelajari agar masyarakat dapat meningkatkan solidaritas dan kesetiakawanan
sosial di antara sesama warga masyarakat dan warga Negara, meningkatkan
kepedulian dan minat untuk memahami potensi kebudayaan dalam pembangunan
masyarakat di Indonesia.
Peranan Kebudayaan Bagi
Masyarakat
Sebelum kedatangan Islam, wanita merupakan sesuatu
yang tak berharga sehingga masyarakat Arab selalu memandangnya dengan sebelah
mata. Al-Qur’an menyebutkan bahwa wanita adalah sosok yang mengurusi pendidikan
hati dan roh manusia, sementara roh dan hati manusia bukanlah pria maupun
wanita. Oleh sebab itu al-Qur’an meniadakan tema wanita dan pria agar tidak ada
tempat untuk menjelaskan persamaan atau perbedaan antara kedua jenis manusia
tersebut. Ketika masalah wanita dibahas oleh al-Qur’an dan hadits, hal tersebut
tidak dapat dilihat sebagai sebuah keistimewaan yang melebihkannya dari pria.
Ada beberapa ayat dalam al-Qur’an
yang dengan jelas menyebut nama pria dan wanita. Hal ini bertujuan untuk
menghilangkan pikiran jahiliyah, yang mereka telah membedakan antara pria dan
wanita. Mereka menganggap bahwa ibadah dan kemuliaan hanya milik kaum pria.
Oleh sebab itu al-Qur’an datang dengan analisa nalar bahwa seseuatu yang harus disempurnakan
adalah roh, dan roh bukan wanita maupun pria.
Sebelum kedatangan Islam, wanita
merupakan sesuatu yang tak berharga sehingga masyarakat Arab selalu
memandangnya dengan sebelah mata. Al-Qur’an menyebutkan bahwa wanita adalah
sosok yang mengurusi pendidikan hati dan roh manusia, sementara roh dan hati
manusia bukanlah pria maupun wanita. Oleh sebab itu al-Qur’an meniadakan tema
wanita dan pria agar tidak ada tempat untuk menjelaskan persamaan atau
perbedaan antara kedua jenis manusia tersebut. Ketika masalah wanita dibahas
oleh al-Qur’an dan hadits, hal tersebut tidak dapat dilihat sebagai sebuah
keistimewaan yang melebihkannya dari pria.
Dalam masalah ibadah umpamanya,
tidak ada satu iabadah pun yang tidak melibatkan wanita. Bahkan dalam masalah
haid sekalipun, meski ada riwayat yang mengatakan, “Tinggalkanlah salat ketika
kamu dalam keadaan haid.
Sebab ada riwayat , bahwa jika seorang wanita dalam
keadaan haid kemudian ia berudhu dan duduk di tempat shalatnya pada saat waktu
shalat wajib tiba, kemudian menghadap kibalat sambil berzikir, maka ia akan
memperoleh pahala shalat yang saat itu tidak boleh dilakukannya. Maka
itu, tidak ada satu pun bentuk kesempurnaan yang hanya dapat digapai kaum
pria saja, sehingga wanita terhalang untuk mendapatkannya. Tentunya
masalah-masalah fiqhilah yang mengurusi pembagian masalah tehnis pelaksanaan,
apa saja yang harus dilakukan pria dan tidak boleh dilakukan wanita. Namun,
sekali lagi itu hanya berkaitan dengan pelaksanaan teknis semata. Adapun dalam
masalah pengetahuan tafsir, filsafat dan irfan, tidak ada pembahasan tentang
perbedaan antara pria maupun wanita, yang menentukan adalah sisi kemanusiaan. Oleh sebab itu, jika permasalahannya adalh pendidikan roh, maka roh bukan
pria maupun wanita, karena di sini semua sama. Sementara itu ayat-ayat
al-Qur’an yang banyak menggunakan bentuk maskulin dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
Kelompok pertama, ayat-ayat yang tidak dikhususkan untuk satu jenis saja seperti ayat yang
menyebutkan kata an-nas atau insane (manusia) atau
yang disebut dengan kata man (siapa).
Kelompok kedua, ayat-ayat yang berbicara tentang pria seperti ayat-ayat yang
menggunakan bentuk maskulin (kata yang mengandung arti banyak dengan diakhiri
dengan huruf waw dan nun atau ya’ dan nun seperti
kata muslimun atau muslimin), dan ayat yang
mengandung arti maskulin sebagai kata ganti dari kata nas atau
yang lainnya, misalnya kata yu’allimikum dan lain-lain. Semua
itu berdasarkan bahasa tersendiri yang digunakan al-Qur’an.
Ketika mereka ingin mengatakan,
“orang-orang berkata demikian, orang-orang mengharapkan demikian, orang-orang
menyuarakan demikian”, kata “orang-orang” yang dalam bahasa Arabnya an-nas bukanlah
sebagai lawan dari kata an-nisa (wanita) namun yang
dimaksudkan an-nas (orang-orang) adalah khalayak ramai. Dari
sini, maka kita pun tidak dapat menyimpulkan bahwa al-Qur’an selalu cenderung
menggunakan bentuk maskulin dalam ungkapan-ungkapannya, karena hal itu cukup
popular digunakan dalam dunia kesusastraan Arab.
Kelompok ketiga, kata-kata yang menggunakan kata pria dan wanita. Dijelaskan dalam
ayat tersebut bahwa dalam halini bukan masalah pria dan wanita, namun untuk
menjelaskan bahwa antara pria dan wanita tidak terjadi perbedaan, hal itu
seperti dalam firman Allah yang berbunyi;
“Barangsiapa yang mengerjakan
amal shalih, baik laki-laki maupun perrempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (Qs. An-Nahl:97)”
Al-Qur’an turun untuk
membersihkan roh. Ketika roh beribadah dan mendekat kepada Allah SWT. dia
dihukumi sebagai ‘amil, artinya orang yang melakukan, baik fisiknya berjenis
wanita maupun pria; ia tidak berbeda. Jika demikian, maka dalam hal makrifat
Allah, keikhlasan dan kemauan teguh, tidak ada perbedaan antara pria maupun
wanita.
Jelaslah bahwa gender tidaklah berperan dalam hal
menerima ajaran-ajaran al-Qur’an. Allah SWT. mengatakan bahwa fisik manusia
pertama (Adam as) adalah bersumber dari tanah (thin); “sesungguhnya Aku
menciptakan manusia dari tanah (Qs. Shad: 71).
Terkadang Allag SWT. mengatakan
bahwa manusia diciptakan dari tanah liat kering (shalshal), juga hama’
masnun (Lumpur hitam yang diberi bentuk). “Dan sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat (yang berasal) dari
Lumpur hitam yang diberi bentuk (Qs. Al-Hijr: 26).
Jika demikian, apa yang akan
dibanggakan manusia? Jika harus membanggakan sesuatu, maka kebanggaan yang
hakiki adalah terhadap sesuatu yang tidak dapat kita banggakan. Faktor yang
dapat dibanggakan hanya ketakwaan saja, yang tidak boleh disertai kesombongan
dan kebanggaan.
Hai manusia, sesungguhnya kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorangperempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang peling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengethaui lagi
maha mengenal (Qs. Al-Hujarat: 13).
Ayat ini seakan-akan menyeru umat
manusia; jika kalian menginginkan kebanggaan dengan jasad kalian, maka pria
diciptakan dari wanita. Begitu pula pria dan wanita, mereka juga diciptakan
dari pria dan wanita. Jasad pria tidak lebih utama dari jasad wanita atau
sebaliknya. Jika ada orang, jenis manusia atau ras yang ingin membanggakan
tubuhnya, maka katakanlah padanya bahwa sesungguhnya setiap ras dari kalian
berasal dari wanita dan pria.
Masalah ras dan bahasa merupakan
faktor untuk saling mengenal dan identitas alami. Manusia tidak dapat
menghilangkan identitas tersebut, ke mana ia pergi pasti membawanya. Wajah,
bentuk, tubuh, bahasa, dialek dan lain-lainnya merupakan identitas alami
manusia yang melekat pada tubuh. Adapun roh adalah satu, ia bukan barat dan
bukan timur, ia bukan Arab dan bukan pula non Arab dan seterusnya.
Identitas bukanlah sesuatu yang perlu dibanggakan.
Jika demikian tidak ada sedikit pun –bagi manusia- peluang untuk saling ingin
berbangga diri, karena seluruh manusia terdiri dari pria dan wanita, dan suku
atau bangsa seluruhnya berkaitan dengan jasad, sementara roh tidak demikian.
Ia (roh) memiliki pembahasan lain
yang tidak masuk pada pembahasan tentang identitas dan lain-lainnya. Jika
seseorang menginginkan untuk bangga, maka janganlah membanggakan dirinya namun
banggalah dengan takwanya
Pada dasarnya manusia yang lahir
dan berkembang mengikuti dan mencontoh nilai-nilai yang berada di lingkunganya,
hal ini tidak terlepas dari peranan wilayah sekitar yang memberikan contoh
dalam perkembangan pada setiap manusianya. Budaya memberikan pengaruh yang
cukup besar terhadap perkembangan manusianya, sebagai contoh, setiap manusia
memiliki naluri dan kemampuan menyerap apa yang menjadi contoh di kehidupanya,
di ibaratkan sebuah balon gas berwarna warni yang dapat terbang di udara, kita
melihat balon itu dapat terbang bukan berdasarkan warnanya, namun yang menjadi
intinya adalah isi dari balon tersebut. Dari beberapa panjabaran diatas ada
beberapa sedikit kesimpulan yang di ambil tentang makna kebudayaan, dimana
kebudayaan sangat berperan penting dalam setiap kehidupan manusia sebagai
landasan berfikir dan bertindak.
Dengan memaknai dan mengamalkan
arti dari kebudayaan kita dapat menyimpulkan bahwasanya kebudayaan sebagai
landasan dasar manusia untuk berkembang dan bertindak di dalam kehidupan. Jika
kita mengutip perkataan dari beberapa tokoh seperti yang di utarakan Mohamad
Hatta tentang kebudayaan, dimana kebudayaan selalu berkaitan dengan hal-hal
yang bersifat baik, jadi kebudayaan menurut Hatta sendiri adalah suatu hal yang
lebih ditekankan pada hal yang baik dan tidak terkesan negative. Sebagai contoh
seorang mahasiswa yang belajar ilmu matematika dan kemudian dalam pengamalanya
ilmu tersebut di gunakan bukan untuk hal yang bersifat negative namun ilmu
tersebut di gunakan untuk membangun kehidupan sesama manusianya.
Proses humanisasi adalah hal yang
harus ditekankan dalam kehidupan bermasyarakat, ketika manusia bisa memanusikan
sesamanya, hal ini jelas sangat penting di tekankan di kehidupan kita. Pengaruh
globalisasi yang terbentuk dalam ruang-ruang yang lebih sempit (glokalisasi)
yang diutarakan Ritzer, sangatlah mengusik tatanan budaya pada masyarakat
lokalnya. Cepatnya arus informasi, teknologi dan perputaran barang pada satu
waktu yang bersamaan dapat memberikan kemudahan bagi manusianya, namun disisi
lain hal ini sangat berpengaruh terhadap tatanan budaya lokalnya. Tatanan
nilai-nilai lokal harus di pelihara sedemikian baik sehingga masyarakat dapat
memfilter segala bentuk hal yang dapat merusak tatanan budaya masyarakat
lokalnya.
Berkaca pada kondisi sekarang
ini, begitu banyak kejadian yang mengusik hati kita, seperti ketika manusia
tidak dapat menjaga sesamanya, kemiskinan yang tidak dapat di tuntaskan. Hal
ini tidak terlepas dari rusaknya dan tidak berfungsinya manusia dalam
mengamalkan makna kebudayaan yang sebenarnya. Budaya adalah sebagai dasar yang
membentuk setiap prilaku manusianya, jika budaya yang bersifat baik dapat
diamalkan maka tatanan kemanusiaan akan terjaga dengan baik, namun jika budaya
sudah tidak bias lagi di pahami dan dimaknai dan terkesan terusak dan
terabaikan maka akan timbul hal yang sebaliknya.
Sumber: http://ilmu-duniadanakhirat.blogspot.co.id/2014/11/makalah-ragam-kebudayaan-dan-nilai.html
0 komentar:
Posting Komentar